Rabu, 01 September 2010

"Mengakrabi kedamaian gunung wayang"

Mengakrabi Kedamaian Gunung Wayang

Oleh Aang Kusmawan


Jika Anda merasa penat dengan kebisingan dan kesemrawutan kota, puncak gunung merupakan obat yang tepat untuk mengatasinya. Cobalah nikmati setiap embusan anginnya, cobalah lihat lereng-lereng gunung yang terhampar seperti permadani berwarna hijau, cobalah dinginnya kabut gunung yang turun perlahan, niscaya perlahan rasa penat itu akan perlahan tergantikan oleh perasaan damai dan lega. Puncak Gunung Wayang bisa menjadi salah satu dari tempat yang dimaksud tersebut.

Secara administratif Gunung Wayang berada di Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung. Jika menggunakan kendaraan pribadi tempat ini bisa ditempuh selama kurang lebih selama empat jam dari pusat Kota Bandung, sedangkan dengan kendaraan umum bisa jadi jarak tempuhnya menjadi empat jam. Posisi Gunung Wayang diapit oleh beberapa gunung. Di sebelah selatan berbatasan dengan Gunung Malabar, sebelah barat berbatasan dengan perbukitan Arjasari, sebelah timur berbatasan dengan Gunung Papandayan dan sebelah utara berbatasan dengan wilayah Majalaya.
Sampai di Kaki Gunung Wayang, terlihat kebun teh menghampar luas. Sangat menyegarkan. Namun sayang di beberapa sudut, terutama yang berdekatan dengan tempat tinggal penduduk, pohon-pohon teh sudah diganti dengan tanaman kentang dan wortel yang merupakan tanaman komoditas masyarakat Kertasari. Sejenak pemandangan tersebut mengajak memori penulis untuk mengingat kembali cerita-cerita novel sunda berlatar perkebunan teh yang indah, tetapi selalu dibenturkan dengan nasib pegawai perkebunan yang tidak pernah beranjak mapan. Dan realita yang ada di novel itu betul-betul dirasakan oleh penulis ketika itu.
**
Perjalanan dilanjutkan dengan medan yang menanjak. Bagi pendaki pemula hal ini sangat merepotkan. Napas cepat tersengal dan kaki pun tidak bisa melangkah cepat. Setiap lima puluh meter perjalanan terpaksa selalu terhenti untuk istirahat. Akan tetapi rasa lelah tersebut selalu cepat usai ketika pandangan diarahkan jauh ke depan. Semakin tinggi jarak yang ditempuh ternyata pemandangan hijau menghampar semakin terlihat jelas. Petak-petak palawija terlihat tersusun begitu rapi dengan warna hijau yang seragam. Di sebelah timur tampak terlihat hamparan hijau kebun teh seperti permadani yang terhampar luas, selain itu tampak pula kompleks perumahan pegawai perkebunan yang terlihat rapi dan seragam dalam beberapa blok. Rasa penat, bising suara kendaraan telah tergantikan perlahan. Napas yang tersengal pun kembali beranjak normal.

Rute pendakian selanjutnya semakin menanjak, kami akan segera memasuki area hutan Gunung Wayang. Hutan Gunung Wayang merupakan hutan dengan vegetasi yang padat. Jarak antara tanaman yang satu dengan lainnya sangat dekat. Selain itu usia pepohonannya berusia lebih dari dua puluh tahun. Hal ini terlihat dari lumut yang menyelubungi hampir semua kulit pepohonan tersebut.

Selain pohon yang telah uzur, vegetasi lain adalah semak belukar yang didominasi cucuk leuweung (duri hutan) yang bergelantungan di dahan pohon. Cucuk leweung ini cukup merepotkan perjalanan karena durinya sering menancap pada kulit lengan. Rasa gatal yang susah hilang akan segera dirasakan ketika cucuk leuweung tersebut menancap di kulit.
Di tengah vegetasi hutan yang rapat, hamparan hijau kebun teh serta blok-blok perumahan pegawai perkebunan tidak bisa lagi terlihat. Yang bisa kami lihat hanyalah daun-daun serta dahan-dahan pohon yang hijau serta di selubungi lumut yang juga berwarna hijau. Suasana sunyi dan damai sering kali langsung menyergap ketika beristirahat.

Setelah sejenak beristirahat perjalanan dilanjutkan kembali. Belum juga satu langkah ditempuh, dari kejauhan terdengar lantunan azan dari kampung yang berada jauh di bawah. Langkah kami pun segera dihentikan untuk mendengarkan azan tersebut. Suasana tiba-tiba menjadi sangat hening, kami semua tidak sedikitpun mengeluarkan kata-kata. Ketika itu, penulis sendiri merasakan bahwa manusia memang betul-betul tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kekuasaan Tuhan. Sering kali kita menyombongkan diri dan takabur dengan apa yang telah kita lakukan dan dapatkan. Di tengah hutan yang lebat, suara azan begitu syahdu.

Azan pun telah selesai, perjalanan segera berlanjut. Hutan dengan vegetasi yang rapat masih harus kami lalui. Langkah terasa semakin berat. Rute jalan rupanya semakin menanjak. Di kanan kiri tampak beberapa jenis jamur tumbuh setinggi sendok makan. Selain jamur, lumut-lumut yang berwarna hijau tua tampak menyelimuti hampir setiap pohon yang kami lalui. Semakin menanjak udara terasa semakin sejuk. Akan tetapi tetap saja rasa lelah selalu cepat menderu. Kembali semua harus berhenti sejenak untuk beristirahat. Perbekalan makanan ringan yang dibeli dari warung di perkampungan di bawah belum juga kami sentuh, hanya air putih saja yang dari tadi kami nikmati. Air minum menjadi menu utama ketika itu.
**
Rute perjalanan kembali semakin menanjak. Akan tetapi vegetasinya tidak terlalu rapat. Kali ini ada semilir angin yang perlahan menyapa kulit kami. Di tengah kondisi tubuh yang sedang dibanjiri keringat dingin, embusan angin tersebut cukup menyegarkan juga mebuat kami lebih dingin kami tetap melangkah.

Angin masih tetap berembus ketika kami melanjutkan langkah kaki kami, tetapi bukan hanya embusan angin saja yang menyapa kulit. Dari atas kepala kami cahaya matahari yang tidak terlalu terik menyapa dengan begitu hangat. Apakah kita sudah sampai di puncak Gunung Wayang? Itu pertanyaan penulis kepada diri sendiri.

Belum juga pertanyaan itu terjawab, Irman salah seorang anggota OSIS yang selalu berada di depan berteriak kepada kami, "Kita sudah sampai! Ini puncak Gunung Wayang Pak!" Mendengar suara itu kami pun bergegas menghampiri Irman, dan betul saja apa yang dikatakan Irman. Kami sekarang berada pas di puncak Gunung Wayang. Dan sungguh aneh tiba-tiba seluruh rasa lelah yang sejak tadi mendera, dalam sejenak hilang entah ke mana. Rasa lelah yang mendera tersebut perlahan tergantikan oleh rasa takjub melihat pemandangan yang terbentang luas sejauh mata memandang.

Di perut Gunung Malabar terlihat hamparan hijau kebun teh tampak seperti permadani hijau yang di hiasi oleh kabut-kabut tipis berwarna putih awan, dan yang lebih menariknya lagi, kabut tipis tersebut perlahan menghampiri setiap petak kebuh teh secara bergiliran. Jadilah semua hamparan kebun teh tersebut dilewati oleh kabut tipis tersebut tanpa kecuali. Selain kabut tipis, pemandangan yang tak kalah menarik, di perut Gunung Malabar terlihat seperti ada selang-selang kecil berwarna putih yan menempel di tanah. Setelah dilihat lebih jelas ternyata selang-selang tersebut merupakan selang-selang yang berisi gas alam yang berasal dari perut bukit.

Selang-selang tersebut mengalir dari dalam bukit menuju tempat pengolahan gas alam di kaki gunung Malabar. PT Star Energy merupakan perusahaan tempat dimana gas alam tersebut di olah menjadi energi. Dari kejauhan tampat asap putih selalu mengalun keluar dari kurang lebih lima cerobong besar. Terus terang saja, hal ini membuat kami enggan segera beranjak dari tempat ini.

Sejenak setelah melihat pemandangan tersebut, pandangan kami arahkan kesebelah timur. Kali ini bukan hamparan teh yang kami lihat, melainkan jejeran pegunungan yang berada di wilayah Garut selatan. Kami tidak tahu persis seluruh nama gunung yang berjejer tersebut, kami hanya mengetahui pasti satu nama gunung yaitu Papandayan.
Gunung ini menjadi populer di mata kami karena memang gunung tersebut juga mempunyai pemandangan yang indah, dan juga konon katanya di puncak Gunung Papandayan tumbuh bunga edelweis yang tak pernah layu itu. (Aang Kusmawan, guru ekonomi di MA Sukasari Kec. Kertasari Kabupaten Bandung)***

4 komentar:

  1. kalau naik kendaraan umum ada referensi ga?

    BalasHapus
  2. gunung wayang tuh bukanya perbatasan antara pangalengan dan kertasari kan?
    jadi jalur naik ke gunung wayang bisa lewat desa tarumanajaya kertasari maupun melewati desa margamukti pangalengan

    BalasHapus
  3. semoga akhir maret ini saya bisa mencapai puncak wayang. aamiin (:

    BalasHapus
  4. Gunung wayang nya lewat jalur magma atau cisanti?
    Saya lewat jalur magma jalur nya tebing.jadi perlu peralatan rock climbing .

    BalasHapus