Menyoal Sistem Kredit Semester (SKS) Di Sekolah
Oleh Aang Kusmawan
Rencana pemerintah untuk menerapkan sistem kredit semester di sekolah seperti yang diberitakan oleh harian ini (KOMPAS, 24 Agustus 2010) akan sulit mendongkrak mutu pendidikan sekolah. Pasalnya, rencana ini ternyata tidak menawarkan konsep yang komprehensif. Sistem kredit semester yang diajukan tidak menawarkan konsep kelulusan yang berbeda dengan sebelumnya. Ujian Nasional (UN) masih menjadi salah satu syarat kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan!
Tiga konsep
Mengacu pada dokumen panduan penyelenggaran sistem kredit semester bagi sekolah yang di keluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tahun 2010, ada tiga hal penting yang menjadi titik perhatian : Pertama, perencanaan. Kedua, pelaksanaan. Ketiga, kelulusan.
Dalam hal perencanaan, konsep yang dibangun adalah konsep kemandirian. Jika dalam konsep yang biasa diterapkan, sekolah dan guru mempunyai peranan yang dominan, maka dalam konsep ini hal sebaliknya terjadi. Dengan konsep ini siswa bebas menentukan mata pelajaran apa saja yang disesuaikan dengan minat dan bakat siswa itu sendiri.
Dari konsep perencanaan tersebut, ada dua hal positif yang bisa diambil. Pertama, relasi antara siswa dengan guru menjadi lebih demokratis. Dengan konsep tersebut memungkinkan adanya ruang dialogis antara siswa dengan guru dalam perencanaan pembelajaran. Hal ini menjadi input positif bagi perkembangan kehidupan demokrasi di sekolah yang tentunya akan berpengaruh positif terhadap atmosfer belajar siswa. Besar kemungkinan dengan atomosfer belajar yang demokratis, siswa akan belajar dengan semangat yang besar.
Kedua, adalah atmosfer persaingan antara siswa di sekolah. Dengan konsep perencanaan yang mandiri, setiap siswa akan terpacu untuk berkompetisi dengan siswa lain. Pada prosesnya kompetisi antar siswa ini akan memaksa setiap siswa untuk menjalankan strategi yang tepat dalam memenangkan persaingan tersebut. Efek positifnya, siswa akan terbiasa dengan atmosfer kompetisi sejak awal. Dengan hal ini, ketika siswa keluar dari lingkungan sekolah dia sudah siap berkompetisi dengan kehidupan yang lebih luas.
Sedangkan dalam konsep pelaksanaan, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pelaksanan pembelajaran di sekolah seperti biasanya. Hanya saja proses pembelajaran dengan konsep ini dibagai kedalam tiga bagian yang sangat jelas. Bagian pertama adalah berupa pembelajaran tatap muka dengan guru. Waktu yang digunakan untuk pembelajaran tatap muka ini maksimum empat puluh lima menit.
Bagian kedua adalah penugasan terstruktur. Di bagian kedua ini, siswa akan mendalami pembelajaran sendiri dengan panduan yang terlebih dahulu disusun oleh guru. Waktu maksimum dari tugas terstruktur ini ditentukan oleh peserta didik. Sedangkan bagian ketiga adalah tugas mandiri tidak tersktuktur, dalam konsep ini siswa akan memperdalam pembelajaran secara mandiri dengan tidak menggunakan panduan dari guru dan waktu yang tidak ditentukan oleh guru.
Setengah hati
Dalam konsep kelulusan, BSNP mencantumkan empat syarat. Pertama, menyelesaikan seluruh program pembelajaran. Kedua, lulus untuk semua mata pelajaran yang ditawarkan. Ketiga, lulus ujian madrasah, keempat lulus ujian nasional
Secara lebih dalam kita bisa melihat bahwa konsep ini sebenarnya tidak jauh beda dengan konsep yang selama ini dijalankan. Ujian Nasional dan Ujian Madrasah masih menjadi syarat mutlak kelulusan. Hemat penulis, konsep ini secara mendasar telah menyebabkan pengukuran mutu pendidikan Indonesia menjadi bias.
Secara praktis, pembiasan ini terjadi karena dua hal. Pertama, adanya penyeragaman kriteria kelulusan untuk semua satuan pendidikan. Kedua, bertolak belakang dengan perencanaan dan pelaksanaan sistem kredit semester yang dijalankan oleh siswa.
Bagi satuan pendidikan di Indonesia, penyeragaman kriteria kelulusan merupakan hal yang harus dihindari. Alasannya, sampai hari ini ketimpangan-ketimpangan masih terjadi di daerah-daerah. Contoh nyata ketimpangan tersebut adalah ketimpangan fasilitas pendidikan dan ketimpangan tenaga pendidik. Hari ini harus kita akui bahwa perbedaan fasilitas pendidikan antara kota dengan desa begitu jomplang. Perkembangan fasilitas pendidikan di kota melaju kencang, sedangkan di desa kemajuan fasilitas pendidikan tidak lebih dari sekedar ilusi yang entah kapan terwujud.
Dalam dunia pendidikan, ketimpangan ini pada akhirnya akan menyebabkan proses pembelajaran antara desa dan kota menjadi timpang. Sekolah yang berada di kota dengan sekolah yang berada di desa akan mempunyai perbedaan yang cukup signifikan. Sekolah di kota akan mempunyai kualitas yang lebih baik.
Indikasi penguat hal ini bisa kita lihat pada hasil kelulusan Ujian Nasional (UN) yang sudah lewat. Sekolah-sekolah di desa mempunyai angka ketidaklulusan yang lebih tinggi dibanding sekolah yang ada di kota. Pada akhirnya penyeragaman syarat kelulusan ini hanya akan semakin memperkeruh kondisi pendidikan Indonesia.
Sementara itu dalam kaitanya dengan sistem kredit semester yang diterapkan, maka sejatinya menjadikan UN sebagai salah satu syarat kelulusan mutlak adalah hal yang bertolak belakang.
Seperti disebutkan diatas bahwa dalam proses perencanaan sistem sistem kredit semester, potensi serta minat dan bakat merupakan latar belakang utama pelaksanaan sistem ini. Setelah siswa memahami potensi yang dimilikinya maka kemudian siswa memilih mata pelajaran yang sesuai. Dari hal tersebut tentunya kita mendapatkan sebuah gambaran bahwasanyya potensi, minat dan bakat merupakan hal yang utama. Hal inilah yang kemudian akan dikembangkan oleh siswa disekolah dengan menerapkan sistem kredit semester.
Berdasar hal tersebut, maka sejatinya evaluasi dan penilaian yang dilakukan tidaklah bisa disamakan antara satu siswa dengan siswa yang lain, karena memang potensi satu siswa dengan siswa yang lain pasti berbeda. Ketika sistem evaluasi seperti Ujian Nasional di jalankan, maka menurut hemat penulis justru akan mementahkan langkah yang sedari awal sudah dibangun.
Sejatinya, tujuan pendidikan adalah usaha sadar untuk merubah peserta didik yang tentunya disesuaikan dengan minat, bakat serta potensi yang dipunyainya. Berdasar itu, sehebat apapaun konsep yang dibuat tidak akan memberikan hasil yang signifikan jika tidak mengedepan potensi, minat serta bakat siswa yang tentunya sangat beragam. Termasuk penerapan sistem kredit semester sekalipun!